Rabu, 30 Januari 2013
Sabtu, 26 Januari 2013
AMALAN
DOA PENGUAT JIWA DAN KINERJA - Seorang muslim semestinya
menjadi orang yang dinamis dan penuh semangat. Karena setiap dari
amalnya tidak akan disia-siakan oleh Rabb-nya. Kerjanya mencari nafkah
untuk keluarganya dan semua usahanya untuk kebaikan dunia dan
akhiratnya, Namun perlu diingat, ia tidak boleh hanya bersandar kepada
usahnya semata. Tapi haruslah ia mentawakkalkan usahanya kepada Allah
dengan berdoa, berharap, dan menyerahkan hasil puncaknya kepada
Tuhannya. Sehingga ia berada pada maqam Iyyaka Na'budu wa Iyyaka
Nasta'in.
Mengandai-andai di kala terjadi sesuatu yang tidak
sesuai keinginan akan membuka pintu syetan, yakni akan menyebabkan
cacian, lemah semangat, marah, was-was, merana dan sedih. Semua ini
termasuk dari perbuatan syetan sehingga Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam melarang membuka kesempatan pada syetan untuk menggoda hamba
dengan kalimat pengandaian ini. Kemudian Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam memerintahkan agar melihat kejadian itu dari sudut pandang
takdir. Ia meyakini, apa yang sudah Allah takdirkan atasnya pasti itu
akan menimpanya, tak seorangpun yang sanggup menghalau dan menolaknya.
Sumber Doa:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ
الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ
بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ
أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا
شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
"Mukmin
yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang
lemah. Namun masing-masing ada kebaikan. Semangatlah meraih apa yang
manfaat untukmu dan mohonlah pertolongan kepada Allah, dan jangan
bersikap lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah janganlah mengatakan,
"Seandainya aku berbuat begini dan begitu, niscaya hasilnya akan lain."
Akan tetapi katakanlah, "Allah telah mentakdirkannya, dan apa yang Dia
kehendaki Dia Perbuat." Sebab, mengandai-andai itu membuka pintu setan."
(HR. Muslim)
قَدَّرَ اللَّهُ وَمَا شَاءَ فَعَلَ
Qaddarallahu Wamaa Syaa-a Fa'ala
"Allah telah mentakdirkannya, dan apa yang Dia kehendaki Dia Perbuat."
Boleh juga diucapkan:
قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ
Qadarulluhi Wamaa Syaa-a Fa'ala
"ini adalah takdir Allah, dan apa yang Dia kehendaki Dia Perbuat."
Setiap ketetapan Allah mengandung hikmah yang boleh jadi tak
diketahuinya dan tak terlihat oleh matanya. Sehingga saat terjadi
sesuatu yang berbeda ia tetap tenang dan semangat. Ia tidak melemah dan
menyesali usahanya tersebut. Karena penyesalan hanya akan menghapuskan
amal kebaikan yang sudah dikumpulkannya. Apalagi sampai mengandai-andai,
kalau saja ia memilih usaha atau melakukan sesuatu yang lain tentu
tidak terjadi apa yang sudah terjadi. Padahal apa yang sudah terjadi itu
adalah takdir yang sudah sudah dicatat jauh-jauh sebelum itu diperbuat,
diketahui dan dikehendaki oleh-Nya. Karenanya ucapan semacam itu
termasuk bagian yang bertentangan dengan rukun iman ke enam, iman kepada
takdir yang baik dan yang buruk (menurut kita).
Syarh Riyadhus
Shalihin, pernah terjadi kecelakaan pesawat yang berangkat dari Riyadh
menuju Jeddah. Di dalamnya terdapat penumpang sangat banyak, lebih dari
300 penumpang. Terdapat salah seorang calon penumpang yang sudah membeli
tiket berada di ruang tunggu sampai tertidur. Tatkala diumumkan bahwa
pesawat segera berangkat, para penumpang memasuki pesawat. Sementara
seorang penumpang tadi masih terlelap dalam tidurnya. Saat ia bangun,
pintu pesawat sudah tertutup. Ia sangat menyesal dan jengkel. Kemudian
Allah menetapkan takdir-Nya dengan hikmah-Nya, pesawat tersebut
mengalami kecelakaan, terbakar. Semua penumpangnya tewas. Subhanallah,
laki-laki yang tertidur tadi selamat dari kecelakaan karena tertidur. Ia
marah karena tertinggal pesawat, tapi kejadian itu malah membawa
kebaikan untuk dirinya. Semoga kita menjadi orang cerdas yang senantiasa
beriman kepada Allah dan takdir-Nya, serta selalu berbaik sangka
kepada-Nya. Amiin.
Jumat, 25 Januari 2013
contoh naskah da'i
Assalamu’alakum Wr. Wb.
اَلْحَمْدُ ِللهِ الْمَلِكِ الْحَقِّ الْمُبِيْنِ، الَّذِي حَبَانَا بِالْإِيْمَانِ واليقينِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّد،ٍ خَاتَمِ الأَنْبِيَاءِ وَالمُرْسَلِين، وَعَلَى آلِهِ الطَّيِّبِيِن، وَأَصْحَابِهِ الأَخْيَارِ أَجْمَعِين، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ
Kaum muslimin wal muslimat yang dirahmati AllahPada kesempatan yang indah ini perkenankanlah ananda menyampaikan pidato yang berjudul “mensyukuri nikmat Allah”
Teman-teman, siapa yang tahu arti syukur itu..?
Arti syukur adalah berterima kasih dan memuji si pemberi nikmat yaitu Allah SWT baik secara langsung maupun tidak secara langsung atas karunia atau kebaikan dari Allah.
Pengungkapan rasa syukur meliputi tiga hal yaitu :
Teman-teman…..! ingin tahu ‘kan?
Yang pertama, Mengakui nikmat dalam batin. Artinya kita meyakini bahwa apa saja yang telah kita rasakan, baik yang berbentuk jasmani maupun rohani, itu adalah dari Allah SWT.
Adapun yang selanjunya adalah membicarakan secara lahir atau lisan yang artinya kita senantiasa mengingat dan menyebut-nyebut kemurahan dan kenikmatan Allah yang telah diberikan kepada kita. Hal ini sesuai firman Allah dalam Al-Qur’an surat Ad-Dhuha ayat 11 yang bunyinya “
yang artinya ”Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya.”
Teman-teman ingin tahu yang terakhir?
Cara besyukur yang ketiga adalah menjadikan nikmat karunia Allah sebagai sarana taat kepada Allah. Faktor pertama dan kedua belum mencapai nilai haqiqi apabila faktor yang ketiga ini dapat direalisasikan. Dan hanya orang-orang yang berimanlah yang bisa bersyukur dengan sebaik-baiknya. Merekalah yang tahu hakikat syukur yang sebenarnya.
Kalau kita lihat dan perhatikan di sekitar kita, betapa banyak nikmat Allah yang telah dikaruniakan kepada hamba-hamba-Nya.
Dari nikmat hidup, sarana prasarana penunjang, sampai nikmat yang terbesar yaitu nikmat Iman dan Islam. Dan kalaulah kita hitung nikmat Allah niscaya kita takkan mampu menghitungya.
Hal itu karena nikmat Allah sangatlah banyak, sebagaimana Allah berfirman “Wa inn ta’udduu ni’matallallohi laatuhsyuuhaa” yang artinya dan jikalau kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu takkan dapat menghitungnya.”
Hadirin yang rahmati Allah.
Oleh karenanya sepantasnyalah kita selaku hamba Allah yang begitu banyak mendapatkan fasilitas nikmat ini untuk pandai bersyukur atas anugerahnya. Bahkan rasulullah pun tak henti-hentinya untuk selalu berdo’a dan berusaha untuk menjadi hamba yang selalu bersyukur.
Hal itu mencontohkan, hendaknya seorang hamba selalu bersyukur atas apa yang dianugerahkan Allah kepadanya.
Untuk mendorong para hamba-Nya untuk selalu bersykur, Allah menjanjikan akan menambah dengan tambahan yng berlipat ganda dan sebaliknya Allah akan memberikan adzab yang pedih bagi mereka yang mengingkari nikmat Allah SWT.
Janji Allah ini dapat kita baca pada firman Allah dalam Al-Qur’an surat Ibrahim ayat 7 yang berbunyi “La ingsyakartum la aziidannakum walaingkafartum inna adzabii lasyadid”
“Sungguh bila kamu bersyukur atas nikmat-Ku akan Aku tambah nikmat-Ku kepadamu namun apabila kamu mengingkari nikmat-Ku, sesungguhnya adzab-Ku amat pedih”
Hadirin yang di rahmati Allah.
Dengan demikian, jika kita dapat mengamalkan firman Allah tersebut, Allah pasti akan melipatgandakan nikmat-Nya dan menjauhkan adzab-Nya.
Demikian yang dapat saya sampaikan mudah-mudahan bermanfaat dan dapat kita amalkan dalam kehidupan. Amin Yaa Robbal ‘Alamin.
“Membajak sawah ketika turun hujan, Kalau ada kata yang salah mohon dimaafkan.”
Billahi taufik wal hidayah, wa ridho wal inayah.
Wasalamu’alaikum Wr. Wb.
اَلْحَمْدُ ِللهِ الْمَلِكِ الْحَقِّ الْمُبِيْنِ، الَّذِي حَبَانَا بِالْإِيْمَانِ واليقينِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّد،ٍ خَاتَمِ الأَنْبِيَاءِ وَالمُرْسَلِين، وَعَلَى آلِهِ الطَّيِّبِيِن، وَأَصْحَابِهِ الأَخْيَارِ أَجْمَعِين، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ
Kaum muslimin wal muslimat yang dirahmati AllahPada kesempatan yang indah ini perkenankanlah ananda menyampaikan pidato yang berjudul “mensyukuri nikmat Allah”
Teman-teman, siapa yang tahu arti syukur itu..?
Arti syukur adalah berterima kasih dan memuji si pemberi nikmat yaitu Allah SWT baik secara langsung maupun tidak secara langsung atas karunia atau kebaikan dari Allah.
Pengungkapan rasa syukur meliputi tiga hal yaitu :
Teman-teman…..! ingin tahu ‘kan?
Yang pertama, Mengakui nikmat dalam batin. Artinya kita meyakini bahwa apa saja yang telah kita rasakan, baik yang berbentuk jasmani maupun rohani, itu adalah dari Allah SWT.
Adapun yang selanjunya adalah membicarakan secara lahir atau lisan yang artinya kita senantiasa mengingat dan menyebut-nyebut kemurahan dan kenikmatan Allah yang telah diberikan kepada kita. Hal ini sesuai firman Allah dalam Al-Qur’an surat Ad-Dhuha ayat 11 yang bunyinya “
yang artinya ”Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya.”
Teman-teman ingin tahu yang terakhir?
Cara besyukur yang ketiga adalah menjadikan nikmat karunia Allah sebagai sarana taat kepada Allah. Faktor pertama dan kedua belum mencapai nilai haqiqi apabila faktor yang ketiga ini dapat direalisasikan. Dan hanya orang-orang yang berimanlah yang bisa bersyukur dengan sebaik-baiknya. Merekalah yang tahu hakikat syukur yang sebenarnya.
Kalau kita lihat dan perhatikan di sekitar kita, betapa banyak nikmat Allah yang telah dikaruniakan kepada hamba-hamba-Nya.
Dari nikmat hidup, sarana prasarana penunjang, sampai nikmat yang terbesar yaitu nikmat Iman dan Islam. Dan kalaulah kita hitung nikmat Allah niscaya kita takkan mampu menghitungya.
Hal itu karena nikmat Allah sangatlah banyak, sebagaimana Allah berfirman “Wa inn ta’udduu ni’matallallohi laatuhsyuuhaa” yang artinya dan jikalau kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu takkan dapat menghitungnya.”
Hadirin yang rahmati Allah.
Oleh karenanya sepantasnyalah kita selaku hamba Allah yang begitu banyak mendapatkan fasilitas nikmat ini untuk pandai bersyukur atas anugerahnya. Bahkan rasulullah pun tak henti-hentinya untuk selalu berdo’a dan berusaha untuk menjadi hamba yang selalu bersyukur.
Hal itu mencontohkan, hendaknya seorang hamba selalu bersyukur atas apa yang dianugerahkan Allah kepadanya.
Untuk mendorong para hamba-Nya untuk selalu bersykur, Allah menjanjikan akan menambah dengan tambahan yng berlipat ganda dan sebaliknya Allah akan memberikan adzab yang pedih bagi mereka yang mengingkari nikmat Allah SWT.
Janji Allah ini dapat kita baca pada firman Allah dalam Al-Qur’an surat Ibrahim ayat 7 yang berbunyi “La ingsyakartum la aziidannakum walaingkafartum inna adzabii lasyadid”
“Sungguh bila kamu bersyukur atas nikmat-Ku akan Aku tambah nikmat-Ku kepadamu namun apabila kamu mengingkari nikmat-Ku, sesungguhnya adzab-Ku amat pedih”
Hadirin yang di rahmati Allah.
Dengan demikian, jika kita dapat mengamalkan firman Allah tersebut, Allah pasti akan melipatgandakan nikmat-Nya dan menjauhkan adzab-Nya.
Demikian yang dapat saya sampaikan mudah-mudahan bermanfaat dan dapat kita amalkan dalam kehidupan. Amin Yaa Robbal ‘Alamin.
“Membajak sawah ketika turun hujan, Kalau ada kata yang salah mohon dimaafkan.”
Billahi taufik wal hidayah, wa ridho wal inayah.
Wasalamu’alaikum Wr. Wb.
Sunah rosul
Sunnah Rasulullah , yang berarti segala sesuatu yang bersumber dari Rasulullah , baik ucapan, perbuatan maupun penetapan beliau[1], memiliki kedudukan yang sangat agung dalam Islam, karena Allah menjadikan sunnah Rasulullah sebagai penjelas dan penjabar dari al-Qur’an yang mulia, yang merupakan sumber utama syariat Islam. Oleh karena itu, tanpa memahami sunnah Rasulullah dengan baik, seseorang tidak mungkin dapat menjalankan agama Islam dengan benar.
Allah berfirman:
{وَأَنزلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نزلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ}
“Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka (dari Allah ), supaya mereka memikirkan” (QS an-Nahl:44).
Ketika Ummul mu’minin ‘Aisyah t ditanya tentang ahlak (tingkah laku) Rasulullah , beliau menjawab: “Sungguh akhlak Rasulullah adalah al-Qur’an”[2]. Ini berarti bahwa Rasulullah adalah orang yang paling sempurna dalam memahami dan mengamalkan isi al-Qur’an, menegakkan hukum-hukumnya dan menghiasi diri dengan adab-adabnya[3]. Maka orang yang paling sempurna dalam memahami dan mengamalkan sunnah Rasulullah , dialah yang paling sempurna dalam berpegang teguh dan mengamalkan al-Qur’an dan agama Islam secara keseluruhan.
Imam Ahmad bin Hambal – semoga Allah merahmatinya – berkata: “(Termasuk) landasan (utama) sunnah (syariat Islam) menurut (pandangan) kami (Ahlus sunnah wal jama’ah) adalah: bahwa sunnah Rasulullah adalah penafsir dan argumentasi (yang menjelaskan makna) al-Qur’an”[4].
Oleh karena itulah, para ulama Ahlus sunnah wal jama’ah mendefinisikan sunnah Rasulullah sebagai sesuatu yang mencakup syariat Islam secara keseluruhan, baik ucapan, perbuatan maupun keyakinan[5].
Imam Abu Muhammad al-Barbahari[6] berkata: “Ketahuilah, bahwa Islam itu adalah sunnah dan sunnah itu dialah Islam, yang masing-masing dari keduanya tidak akan tegak tanpa ada yang lainnya”[7].
Arti mencintai dan mengagungkan sunnah Rasulullah yang sebenarnya
Allah berfirman:
{قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ}
“Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah (sunnah/petunjuk)ku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Ali ‘Imran:31).
Imam Ibnu Katsir, ketika menafsirkan ayat ini berkata: “Ayat yang mulia ini merupakan hakim (pemutus perkara) bagi setiap orang yang mengaku mencintai Allah, akan tetapi dia tidak mengikuti jalan (sunnah) Rasulullah , maka dia adalah orang yang berdusta dalam pengakuan tersebut dalam masalah ini, sampai dia mau mengikuti syariat dan agama (yang dibawa oleh) Nabi Muhammad dalam semua ucapan, perbuatan dan keadaannya”[8].
Imam al-Qadhi ‘Iyadh al-Yahshubi berkata: “Ketahuilah bahwa barangsiapa yang mencintai sesuatu, maka dia akan mengutamakannya dan berusaha meneladaninya. Kalau tidak demikian, maka berarti dia tidak dianggap benar dalam kecintaanya dan hanya mengaku-aku (tanpa bukti nyata). Maka orang yang benar dalam (pengakuan) mencintai Rasulullah adalah jika terlihat tanda (bukti) kecintaan tersebut pada dirinya. Tanda (bukti) cinta kepada Rasulullah yang utama adalah (dengan) meneladani beliau , mengamalkan sunnahnya, mengikuti semua ucapan dan perbuatannya, melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangannya, serta menghiasi diri dengan adab-adab (etika) yang beliau (contohkan), dalam keadaan susah maupun senang dan lapang maupun sempit”[9].
Berdasarkan keterangan di atas, jelaslah bahwa mencintai dan mengagungkan sunnah Rasulullah yang sebenarnya adalah dengan meneladani petunjuk dan sunnah beliau , dengan berusaha mempelajari dan mengamalkannya dengan baik. Dan bukanlah mencintai dan mengagungkan sunnah Rasulullah dengan melakukan perbuatan-perbuatan bid’ah[10] dengan mengatasnamakan cinta kepada beliau , atau memuji dan mensifati beliau secara berlebihan, dengan menempatkan beliau melebihi kedudukan yang telah Allah tempatkan beliau padanya[11].
Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah bersabda: “Janganlah kalian memuji diriku secara berlebihan dan melampaui batas, sebagaimana orang-orang nasrani melampaui batas dalam memuji (Nabi Isa) bin Maryam, karena sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba Allah, maka katakanlah: hamba Allah dan Rasul-Nya”[12].
Inilah makna cinta kepada Rasulullah yang dipahami dan diamalkan oleh generasi terbaik umat ini, para sahabat y. Anas bin Malik t berkata: “Tidak ada seorangpun yang paling dicintai oleh para sahabat Rasulullah melebihi beliau , akan tetapi jika mereka melihat beliau , mereka tidak berdiri (untuk menghormati beliau ), karena mereka mengetahui bahwa Rasulullah membenci perbuatan tersebut”[13].
Bagaimana menyempurnakan cinta kepada sunnah Nabi dalam diri kita?
Imam Ibnu Rajab al-Hambali membagi derajat (tingakatan) cinta kepada Rasulullah menjadi dua tingakatan, yang berarti dengan menyempurnakan dua tingkatan ini seorang akan memiliki kecintaan yang sempurna kepada sunnah Rasulullah , yang ini merupakan tanda kesempurnaan iman dalam dirinya.
Dua tingkatan tersebut adalah:
1- Tingkatan yang fardhu (wajib), yaitu kecintaan (kepada Rasulullah ) yang mengandung konsekwensi menerima dan mengambil semua petunjuk yang dibawa oleh Rasulullah dari sisi Allah dengan (penuh rasa) cinta, ridha, hormat dan patuh, serta tidak mencari petunjuk dari selain jalan (sunnah) beliau secara utuh. Kemudian mengikuti dengan baik agama yang beliau sampaikan dari Allah, dengan membenarkan semua berita yang beliau sampaikan, mantaati semua kewajiban yang beliau perintahkan, maninggalkan semua perbuatan haram yang dilarangnya, serta menolong dan berjihad (membela) agamanya, sesuai dengan kemampuan unutk (mengahadapi) orang-orang yang menentangnya. Tingkatan ini harus dipenuhi (oleh setiap muslim) dan tanpanya keimanan (seseorang) tidak akan sempurna.
2- Tingkatan fadhl (keutamaan/kemuliaan), yaitu kecintaan (kepada Rasulullah ) yang mengandung konsekwensi meneladani beliau dengan baik, mengikuti sunnah beliau dengan benar, dalam tingkah laku, adab (etika), ibadah-ibadah sunnah (anjuran), makan, minum, pakaian, pergaulan yang baik dengan keluarga, serta semua adab beliau yang sempurna dan akhlak beliau yang suci. Demikian juga memberikan perhatian (besar) untuk memahami sejarah dan perjalanan hidup beliau , rasa senang dalam hati dengan mencintai, mengagungkan dan memuliakan beliau , senang mendengarkan ucapan (hadits) beliau , dan selalu (mendahulukan) ucapan beliau di atas ucapan selain beliau. Dan termasuk yang paling utama dalam tingkatan ini adalah meneladani beliau sikap zuhud beliau terhadap dunia, mencukupkan diri dengan hidup seadanya (sederhana) di dunia, dan kecintaan beliau kepada (balasan yang sempurna) di akhirat (kelak)”[14].
Keutamaan mengikuti sunnah Rasulullah
Allah berfirman:
{لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا}
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (balasan kebaikan pada) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS al-Ahzaab:21).
Ayat yang mulia ini menunjukkan kemuliaan dan keutamaan besar mengikuti sunnah Rasulullah , karena Allah sendiri yang menamakan semua perbuatan Rasulullah sebagai “teladan yang baik”, yang ini menunjukkan bahwa orang yang meneladani sunnah Rasulullah berarti dia telah menempuh ash-shirathal mustaqim (jalan yang lurus) yang akan membawanya mendapatkan kemuliaan dan rahmat Allah [15].
Ketika menafsirkan ayat ini, imam Ibnu Katsir berkata: “Ayat yang mulia ini merupakan landasan yang agung dalam meneladani Rasulullah dalam semua ucapan, perbuatan dan keadaan beliau “[16].
Kemudian firman Allah di akhir ayat ini mengisyaratkan satu faidah yang penting untuk direnungkan, yaitu keterikatan antara meneladani sunnah Rasulullah dengan kesempurnaan iman kepada Allah dan hari akhir, yang ini berarti bahwa semangat dan kesungguhan seorang muslim untuk meneladani sunnah Rasulullah merupakan pertanda kesempurnaan imannya.
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di ketika menjelaskan makna ayat di atas berkata: “Teladan yang baik (pada diri Rasulullah ) ini, yang akan mendapatkan taufik (dari Allah ) untuk mengikutinya hanyalah orang-orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (balasan kebaikan) di hari akhir. Karena (kesempurnaan) iman, ketakutan pada Allah, serta pengharapan balasan kebaikan dan ketakutan akan siksaan Allah, inilah yang memotivasi seseorang untuk meneladani (sunnah) Rasulullah “[17].
Penutup
Dari keterangan di atas, jelaslah bagi kita makna mencintai sunnah Rasulullah yang sebenarnya, dan jelaslah besarnya keutamaan dan kemuliaan mengikuti sunnah beliau .
Maka mestinya, seorang muslim yang mengaku mencintai Rasululah , terlebih lagi yang mengaku sebagai ahlus sunnah wal jama’ah, adalah orang yang paling semangat dalam mempelajari dan menerapkan sunnah Rasulullah dalam sikap dan tingkah lakunya. Khususnya, di jaman sekarang ketika sunnah Rasulullah menjadi asing dan jarang diamalkan ditengah-tengah kaum muslimin sendiri. Karena seorang muslim yang mengamalkan satu sunnah Rasulullah yang telah dilupakan, dia akan mendapatkan dua keutamaan (pahala) sekaligus, yaitu keutamaan mengamalkan sunnah itu sendiri dan keutamaan menghidupkannya di tengah-tengah manusia yang telah melupakannya.
Syaikh Muhammad bih Shaleh al-’Utsaimin berkata: “Sesungguhnya sunnah Rasulullah jika semakin dilupakan, maka (keutamaan) mengamalkannya pun semakan kuat (besar), karena (orang yang mengamalkannya) akan mendapatkan keutamaan mengamalkan (sunnah itu sendiri) dan (keutamaan) menyebarkan (menghidupkan) sunnah dikalangan manusia”[18].
Sebagai penutup, marilah kita camkan bersama nasehat imam al-Khatiib al-Baghdadi[19] berikut ini: “seyogyanya para penuntut ilmu hadits (pengikut manhaj ahlus sunnah wal jama’ah), (berusaha untuk) membedakan dirinya dari kebiasaan orang-orang awam dalam semua urusan (tingkah laku dan sikap)nya, dengan (berusaha) mengamalkan petunjuk Rasulullah semaksimal mungkin, dan membiasakan dirinya mengamalkan sunnah-sunnah beliau , karena sesungguhnya Allah berfirman :
{لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ}
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu” (QS Al Ahzaab: 21).
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kamis, 24 Januari 2013
keutamaan 4 surat yang teristimewa
Keutamaan Surat al-waqi’ah, al-mulk dan ar rahman
Surat Al-Waqi’ah :
Ubay bin ka’b berkata bahwa Rasullulah saw bersabda:” barang siapa yang membaca surat Al-Waqi’ah, ia akan dicatat tidak tergolong pada orang-orang yang lalai.”
Abdullah bin Mas’ud berkata bahwa Rasullulah saw bersabda”barang siapa yang membaca surat Al-Waqi’ah,ia tidak akan tertimpa oleh kefakiran selamanya”
Imam Ja’far Ash- Shadiq berkata :”barang siapa yang membaca surat Al-Waqi’ah pada malam jum’at ,ia akan dicintai oleh Allah, dicintai oleh manusia,tidak melihat kesengsaraan, kefakiran,kebutuhan,dan penyakit dunia,surat ini adalah bagian dari sahabatAmirul Mukimin (sa) yang bagi beliau memiliki keistimewan yang tidak tertandingi oleh yang lain.”
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa)berkata: “barang siapa yang merindukan surga dan sifatnya, maka bacalahsurat Al-Waqi’ah; dan barang siapa yang ingin melihat sifat neraka,maka bacalah surat As-Sajadah.”
Imam Muhammad Al-Baqir (sa) berkata:”barang siapa yang membaca surat Al-Waqi’ah sebelum tidur,ia akan berjumpa dengan Allah dalam keadaan wajahnya seperti bulan purnama.”
Surat Al-Mulk:
Ibnu Abbas berkata:” Pada suatu hari ada seseorang menghampar jubahnya di atas kuburan dan dan ia tidak tahu bahwa tempat itu adalah kuburan, ia membaca surat Al-Mulk, kemudian ia mendengar suara jeritan dari dalam kuburan itu: inilah yang menyelamatkan aku. Kemudian kejadian itu diceriterakan kepada Rasullulah SAW,lalu beliau bersabda : surat Al-Mulk dapat menyelamatkan penghuni kubur dari azab kubur.”
Imam Muhammad Al-Baqir (sa) berkata:”surat Al-Mulk adalah penghalang dari siksa kubur, surat ini termaktub di dalam taurat, barang siapa yang membacanya di malam hari ia akan memperoleh banyak manfaat dan kebaikan. Sungguh aku membacanya dalam shalat sunnah sesudah Isya’ dalam keadaan duduk. Ayahku membacanya pada sian dan malam. Barang siapa yang membacanya, maka ketika malaikat Munkar dan Nakir akan masuk ke kuburnya dari arah kedua kakinya, kedua kakinya berkata kepada mereka: kalian tidak ada jalan kearahku, karena hamba ini berpijak kepadaku lalu ia membaca surat Al-Mulk pada siang dan malam hari; ketika mereka datang kepadanya dari rongganya, rongganya berkata kepada mereka: kalian tidak ada jalan kearahku, karena hamba ini telah menjagaku dengan surat Al-Mulk; ketika mereka datang kepadanya dari arah lisannya, lisannya berkaya kepada mereka: kalian tidak ada jalan ke arahku, karena hamba ini telah membaca surat Al-Mulk setiap siang dan malam denganku.
Imam Muhammad Al-Baqir (sa) :” bacalah surat Al-Mulk, karena surat ini menjadi penyelamat dari siksa kubur.”
Surat Ar-Rahman:
Rasullulah SAW bersabda :”barang siapa yang membaca surat Ar-Rahman, Allah akan menyayangi kelemahannya dan meridhai nikmat yang dikaruniakan kepadanya.”
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa):” barang siapa yang membaca surat Ar-Rahman, dan ketika membaca kalimat”Fabiayyi alai Rabbikuma tukadzdziban”ia mengucapkan “La bisyay-in min alaika rabbi akadzibu (tidak ada satupun nikmat-Mu duhai tuhanku yang aku dustakan), jika saat membacanya itu pada malam dan siang hari kemudian ia mati,maka matinya seperti matinya orang yang syahid.
Sumber : syamsuri149.wordpress.com
keutamaan
Keutamaan Penghafal Al Qur’an
Orang yang menghafal Al Qur’an akan mudah mendapatkan syafa’at di hari kiamat kelak. Dari Abu Umamah Al Bahiliy, (beliau berkata), “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ
“Bacalah Al Qur’an karena Al Qur’an akan datang pada hari kiamat nanti sebagai syafi’ (pemberi syafa’at) bagi yang membacanya.” (HR. Muslim no. 1910)
Di akhirat, hafalannya akan menolong dirinya untuk menggapai derajat mulia. Dari Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِى الدُّنْيَا فَإِنَّ مَنْزِلَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَؤُهَا
“Dikatakan kepada orang yang membaca (menghafalkan) Al Qur’an nanti : ‘Bacalah dan naiklah serta tartillah sebagaimana engkau di dunia mentartilnya. Karena kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca (hafal).” (HR. Abu Daud no. 1464 dan Tirmidzi no. 2914, shahih kata Syaikh Al Albani). Yang dimaksudkan dengan ‘membaca’ dalam hadits ini adalah menghafalkan Al Qur’an. Perhatikanlah perkataan Syaikh Al Albani berikut dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 2440:
“Ketahuilah bahwa yang dimaksudkan dengan shohibul qur’an (orang yang membaca Al Qur’an) di sini adalah orang yang menghafalkannya dari hati sanubari. Sebagaimana hal ini ditafsirkan berdasarkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain, ‘Suatu kaum akan dipimpin oleh orang yang paling menghafal Kitabullah (Al Qur’an).’
Kedudukan yang bertingkat-tingkat di surga nanti tergantung dari banyaknya hafalan seseorang di dunia dan bukan tergantung pada banyak bacaannya saat ini, sebagaimana hal ini banyak disalahpahami banyak orang. Inilah keutamaan yang nampak bagi seorang yang menghafalkan Al Qur’an, namun dengan syarat hal ini dilakukan untuk mengharap wajah Allah semata dan bukan untuk mengharapkan dunia, dirham dan dinar. Ingatlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
أَكْثَرَ مُنَافِقِي أُمَّتِي قُرَّاؤُهَا
“Kebanyakan orang munafik di tengah-tengah umatku adalah qurro’uha (yang menghafalkan Al Qur’an dengan niat yang jelek).” (HR. Ahmad, sanadnya hasan sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth).” [Makna qurro’uha di sini adalah salah satu makna yang disebutkan oleh Al Manawi dalam Faidhul Qodir Syarh Al Jami’ Ash Shogir, 2: 102 (Asy Syamilah)]
Tidakkah kita ingin mendapatkan kedudukan mulia di sisi Allah? Moga dengan modal ikhlas dan menjauhi maksiat, kita dimudahkan untuk menghafalkan Al Qur’an.
Langganan:
Postingan (Atom)