Dalam berinteraksi dengan manusia, ada etika, sopan santun, dan adab.
Menjaga pola interaksi dan komunikasi yang baik, akan menjamin hubungan
yang baik dengan sesama. Begitupun sebaliknya. Tanpa etika, sopan
santun dan adab, hubungan sesama manusia akan sulit menghasilkan sesuatu
yang diharapkan. Ilustrasi ini, akan mengawali, bagaimana kita menjalin
hubungan, komunikasi dan interaksi yang baik dengan Allah SWT melalui
do’a.
Tentu ada beberapa langkah yang diajarkan Allah, Rasulullah dan para salafushalih agar kita bisa berdo’a dengan baik.
Pertama, pilihlah waktu-waktu yang tepat untuk berdo’a.
Sebenarnya berdo’a itu tidak terikat dengan waktu, tetapi Islam memang
mengajarkan ada waktu yang paling baik dan istimewa untuk berdo’a.
Beberapa waktu istimewa untuk dikabulkannya do’a antara lain di malam
qadar (sepuluh malam terakhir dalam bulan Ramadhan), di hari Arafah (9
Zulhijjah di kala jemaah haji wukuf di Arafah), di bulan Ramadhan, di
hari Jum’at, di sepertiga malam yang terakhir (sesudah jam 2 malam),
pada waktu sahur (sebelum fajar), sesudah berwudhu, usai azan sebelum
iqamat, ketika sedang berpuasa, ketika dalam medan jihad, di setiap
selesai shalat fardu, pada waktu sedang sujud (dalam sholat atau di luar
sholat), ketika sedang musafir atau bepergian, dan sebagainya. Termasuk
di sini, adalah tidak menyia-nyiakan untuk berdo’a di tempat-tempat
yang istimewa, seperti di Masjidil Haram, misalnya.
Kedua, gunakan keberadaan diri kita untuk meraih kesempatan
berdo’a. Rasulullah menjelaskan, di antara do’a yang mustajab adalah
do’a orang tua untuk anaknya, atau do’a anak yang berbakti dengan baik
kepada orang tuanya, dan do’a seorang muslim untuk saudaranya yang
muslim, tanpa diketahui oleh saudara yang dido’akan itu. Maka, bila kita
menjadi orang tua, perbanyaklah do’a untuk anak-anak. Bila kita menjadi
anak, berusahalah untuk berbakti kepada orang tua, agar do’a kita
terkabulkan. Dan, jangan lupa seringlah berdo’a untuk saudara dengan
diam-diam. Karena Allah berjanji akan memberi untuk kita, apa yang kita
mintakan untuk saudara kita itu. Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah
seorang muslim mendo’akan saudaranya secara diam-diam, kecuali malaikat
berkata, ‘dan untukmu seperti apa yang engkau mintakan untuknya.” (HR.
Muslim).
Ketiga, mulailah berdo’a dengan memperbanyak puji-pujian
kepada Allah. Memulai dengan tahmid (pujian terhadap Allah) dan shalawat
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah bersabda,
“Jika salah seorang di antara kamu berdo’a, hendaknya memulai dengan
memuji dan menyanjung Rabbnya, dan bershalawat kepada Nabi, kemudian
berdo’a apa yang dia kehendaki.” (HR.Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i
dan Ahmad, dishahihkan oleh Al-Albani). Ibnu Mas’ud ra pernah berdo’a,
ia memulai dengan tahmid, kemudian bershalawat, kemudian diteruskan
dengan do’a untuk kebaikan dirinya. Maka Rasulullah yang ketika itu
mendengarnya mengatakan, “Mintalah pasti kamu diberi, mintalah pasti
kamu diberi.” (HR. At-Tirmidzi, ia berkata, hasan shahih, dan Abdul
Qadir Al-Arnauth berkata, sanadnya hasan).
Keempat, mengangkat kedua tangan. Ini adalah salah satu sikap
yang menunjukkan kebutuhan seorang hamba dalam berdo’a. Perhatikanlah
sabda Rasulullah yang berbunyi, “Sesungguhnya Rabbmu itu Maha Pemalu dan
Maha Mulia, malu dari hamba-Nya jika ia mengangkat kedua tangannya
(memohon) kepada-Nya kemudian menariknya kembali dalam keadaan hampa
kedua tangannya.” (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, dihasankan oleh
Al-Hafizh Ibnu Hajar dan Al-Albani).
Kelima, jangan mengeraskan suara. Cukup berdo’a dengan suara
samar. Menghinakan diri di hadapan-Nya dan menampakkan kebutuhan yang
sangat. Cukup denqan kata-kata yang sederhana, jelas. Utamakan materi
do’a yang berasal daripada Rasulullah SAW, sahabat atau salafushalih.
Allah berfirman, “Berdo’alah kepada Tuhan kalian dengan merendahkan diri
dan suara pelan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas.” (QS.Al-A’raf: 55).
Keenam, sebelum berdo’a, ucapkan istighfar dan mohon ampun
kepada Allah atas seluruh kesalahan dan dosa yang kita lakukan. Mintalah
dengan penuh kesungguhan ampunan (maghfirah) Allah atas dosa-dosa yang
telah dilakukan, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, baik
yang diketahui maupun yang tidak diketahuinya, baik yang diingat maupun
yang terlupa. Sebab bagi Allah, tak ada sesuatu yang tersembunyi. Dia
mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan apa yang
ada diantara keduanya. Dia juga mengetahui apa yang kita rahasiakan
dari urusan kita, dan apa yang kita nyatakan. Allah berfirman: “Dan jika
kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu
menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu
tentang perbuatanmu itu.” (Qs. Al Baqarah: 284). “Dia mengetahui
pandangan mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS.
Al-Mukmin: 19). Memohon ampun disertai dengan taubat yang benar dan niat
yang ikhlas demi Allah akan menyucikan jiwa dan membersihkannya dari
dosa-dosa.
Ketujuh, konsentrasi dan khusyu’. Pahami dan resapi
benar-benar apa yang kita minta. Berdo’a tidaklah sekadar melafadzkan
bait-bait yang dihafal tanpa mengerti maknanya, tetapi harus benar-benar
memahami dan menginginkan dikabulkannya do’a itu. Rasulullah bersabda:
“Mohonlah kepada Allah sementara kamu sangat yakin untuk dikabulkan, dan
ketahuilah bahwasanya Allah tidak akan mengabulkan do’a dari hati yang
lalai dan bermain-main.” (HR. At-Tirmidzi, di hasankan oleh Al-Mundziri
dan Al-Albani). Ketidaksesuaian sikap sewaktu berdo’a turut mempengaruhi
kesempurnaan berdo’a. Jangan sampai kita berdo’a, sementara hati kita
ngelayap entah ke mana. Ingat, perbuatan manusia hanya bermakna jika
disertai kesadaran hati, oleh karena itu Allah hanya menilai perbuatan
manusia yang berpijak pada kesadaran hati. Demikian juga do’a kepada
Allah, yang didengar bukan bunyi kata-kata, tetapi kesadaran hati orang
yang berdo’a. Menurut Hadist Riwayat Tirmizi, Allah tidak mendengarkan
dan tidak mengabulkan do’a dari orang yang hatinya lalai (min qalbi
ghafilin lahin).
Kedelapan, hindari berdo’a untuk keburukan. Seorang muslim
dilarang keras mendo’akan kemusnahan dan kehancuran sesama muslim,
karena Rasulullah SAW bersabda, “Tidak sempurna iman seseorang sehingga
ia mencintai saudaranya (seagama) sebagaimana ia mencintai dirinya
sendiri.” Rasulullah tidak pernah mengajukan permohonan yang buruk untuk
siapa pun. Bahkan pernah, ketika malaikat gunung menawarkannya untuk
membalas perilaku keji penduduk Thaif, Rasul tetap menolak dan berharap
agar keturunan mereka yang beriman. Rasulullah ketika itu malah berdo’a,
“Ya Allah, berilah hidayah dan petunjuk-Mu kepada kaumku, karena mereka
tidak mengetahui.”
Kesembilan, tidak tergesa-gesa agar do’a itu dikabulkan.
Rasulullah bersabda: “Akan dikabulkan bagi seseorang di antara kamu
selagi tidak tergesa-gesa, yaitu dengan berkata, ‘Saya telah berdo’a
tetapi tidak dikabulkan’.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Ibnul Qayyim
berkata, “Termasuk penyakit yang menghalangi terkabulnya do’a adalah
tergesa-gesa, menganggap lambat pengabulan do’anya sehingga ia malas
untuk berdo’a lagi.” Padahal bisa jadi antara do’a dan jawabannya
memerlukan waktu 40 tahun, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas. (Abu
Lairs As-Samarqandi dalam Tanbihul Ghafilin). Ibnul Jauzi berkata:
“Ketahuilah bahwa do’a orang mukmin itu tidak akan ditolak, hanya saja
terkadang yang lebih utama baginya itu diundur jawabannya atau diganti
dengan yang lebih baik dari permintaannya, cepat atau lambat.” (Fathul
Bari, 11/141).
Kesepuluh, berdo’alah kepada Allah di segala kondisi dan
keadaan. Jangan hanya berdo’a di saat-saat sempit dan membutuhkan
pertolongan. Dalam Al Qur’an, Allah SWT banyak menyinggung sikap
orang-orang yang hanya berdo’a dalam situasi kepepet. “Dan apabila
manusia ditimpa bahaya dia berdo’a kepada Kami dalam keadaan berbaring,
duduk atau berdiri. Tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu
daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah
dia tidak pernah berdo’a kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang
telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu
memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.” (Qs. Yunus: 12).
Selain hal-hal di atas, tentu, soal terpenting lainnya adalah ikhlas
dan hati yang bersih. Murnikan harapan dan keinginan dalam do’a untuk
kebaikan mencapai ridha Allah. Ingat, kehadiran kita di muka bumi ini
membawa misi ibadah dan untuk tunduk kepada Allah saja. Itulah tujuan
akhir hidup seseorang yang sebenarnya. Maka, permohonan apa pun yang
kita sampaikan, harus selalu dikaitkan dengan keridhaan Allah SWT.
Wallahu’alam.
***
Dari Sahabat
beranda.blogsome.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar